Aji sering sekali mengganggu ortunya tentang uang. Minta uang. Lalu pergi jajan. Kadang minta uangnya disuruh oleh temannya main. Kadang si Abi, Sinta, atau Zeta. Mereka suka memprovokatori Aji agar bisa beli permen untuk dibagi bersama. Yang menyebalkan kalau disuruh si Habil, anak itu sering sekali menyuruh Aji meminta uang atau bahkan mengambil uang untuk dibelikan korek api. Lalu si Aji ini diajak main bakar-bakaran. Tuh bocah sempat bikin esmosi banget deh. Kalau ortunya nggak akrab sama kita, duuh, udah pengen ngelabrak rasanya.

Aldo sudah masuk zona nyaman berteman. Hanya teman yang penting. Ibunya, sering dibentak-bentak jika menghambat waktunya bertemu temannya. Adiknya sering diolok, "aku nggak ingin , nggak suka punya adik kayak kamu!", lalu ditinggalkan begitu saja.

Aldo punya teman akrab di rumah, yaitu Adam dan Rizki. Umur mereka tidak begitu jauh. Tapi Aldo paling gede sekolahnya, udah kelas 5 SD. Lainnya kelas 4 SD.

Secara akademik, Aldo sangat menurut dan makin rajin belajar. Juga lebih naik minat ingin tahu pada apapun. Kehebatannya di bidang komputer, internet dan animasi jauh lebih berkembang. Dia bisa mencari sendiri software untuk membuat game, seperti Game Maker, Crazy talk, dsb. Dia pun bisa belajar Photoshop sendiri. Kegemaran barunya adalah facebookan dengan teman-temannya. Selain suka meng upload hasil gambarnya, dia juga suka membuat grup sendiri. Seperti Gaman, Gerakan Anak Muda Anti Narkoba. Atau grup penggemar Madun, pemain film sepakbola anak-anak.

Alhamdulillah, si Aldo dan Aji ini semakin kuat badannya. Semakin sehat. Mereka aktif sekali bergerak dan makannya banyak. Tetapi badannya masih cungkring saja. Karena mereka makan juga sekenyangnya saja. Walau sesekali jika ada jajanan ringan, langsung habis dalam sekejap.

Aji sudah tidak jadi maniak susu lagi. Kecuali susu coklat. Dengan susu putih, dia sudah lebih jarang lagi minum susu. Tapi masih wajib ada. Karena jika benar-benar zero susu, dia bisa teriak-teriak dan menangis.

Sebagai ibu, sungguh jadi ujian yang tidak ringan merawat dua anak lelaki ini. Dengan semua kewajiban rumah tangga yang jadi pekerjaanku sendirian. Serta lainy-lainnya yang masih jadi urusanku. Sungguh berat.

Bismillah. Dalam kesedihan dan nelongsone atiku kala anak-anak melukai hatiku, aku mending diam dan merapal doa untuk mereka. Agar mereka menjadi penyejuk mataku, hatiku dan bisa menjadi pemimpin untuk orang yang beriman.

ya Rabb, jadi ibu sungguh tidak mudah. *elap keringet*